bismillah

Montage dibuat Bloggif

Selasa, 03 Mei 2016

Kajian Hikam • Hikmah ke 39

MENGADULAH KEPADA ALLOH
• Mohon keikhlasannya untuk terlebih dahulu membaca surat al Fatihah untuk penyusun kitab al Hikam (Syekh ibn athoillah) dan pensyarahnya (pangersa uwa)
Ilaa hadhroti syekh Ibn 'Athoillah as Sakandari, wa hadhroti syekh Zezen Zaenal Abidin Bazul Asyhab. Al fatihah.
لَاتَرْفَعَنَّ إِلَى غَيْرِهِ حَاجَةً هُوَ مُوْرِدُهَا عَلَيْكَ فَكَيْفَ يَرْفَعُ غَيْرُهُ مَاكَانَ هُوَ لَهُ وَاضِعًا مَنْ لاَ يَسْتَطِيْعُ اَنْ يَرْفَعَ حَاجَةً عَنْ نَفْسِهِ فَكَيْفَ يَسْتَطِيْعُ اَنْ يَكُوْنَ لَهَا عَنْ غَيْرِهِ رَافِعًا
"Janganlah engkau mengadukan kebutuhanmu kepada selain Alloh, karena Alloh-lah yang mendatangkan/mengirim “sifat butuh” itu kepadamu. Maka bagaimana selain Alloh mampu menghilangkan apa yang telah Alloh datangkan. Orang yang tidak kuasa untuk menghilangkan sifat butuh dari dirinya sendiri, maka bagaimana ia kuasa untuk menghilangkan kebutuhan yang ada pada orang lain."
Di dalam Al Quran surat An Nisa ayat 28, disebutkan bahwa Alloh menciptakan manusia dalam keadaan lemah,
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الإنْسَانُ ضَعِيفًا
“Alloh hendak memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan bersifat lemah”
Salah satu tanda lemahnya manusia, ia tidak bisa berdiri sendiri, ia selalu membutuhkan yang lain. Lapar butuh makan, haus butuh minum, sakit butuh kesembuhan dll.
Selama anda menjalani kehidupan, pernahkah anda dililit hutang, cicilan motor sudah habis tempo namun belum dibayar, anak sakit parah harus ke dokter, beras hanya cukup untuk satu kali masak lagi, apa yang anda butuhkan saat itu? Uang bukan?
Dalam kondisi seperti ini atau semisalnya, kebanyakan orang panik, mengeluhkannya kepada hampir semua orang yang ia temui, seakan-akan pengaduannya tersebut dapat menolongnya.
Bukan seperti itu cara menghadapinya, tapi mengadulah kepada Alloh, karena Alloh lah yang mensetting semua keadaan yang mendorong kita membutuhkan hal lain, dan Alloh pula yang meletakkan “sifat butuh” itu di dalam diri kita. Jika Alloh yang mengirim sifat butuh itu kedalam diri kita, maka hanya Alloh pula yang bisa menghilangkannya (dengan memenuhi kebutuhan tersebut), bukan pihak lain. Orang lain juga sama punya kebutuhan dan masalah masing-masing.
Setelah kita mengadukannya kepada Alloh, boleh jadi Dia memberi kita semangat bekerja sebagai perantara uang yang kita butuhkan, jangan ingin instan mendapatkan uang dengan mudah, bekerjalah yang benar. Atau bahkan mungkin Alloh menggerakkan hati hambaNya yang punya kelebihan harta untuk shodaqoh, dan Alloh taqdirkan kitalah yang menerimanya. Tidak apa-apa terima saja, yang jelek dan membuat cape itu mengejar-ngejar, minta-minta kepada manusia.
Namun tidak pula hikmah ke 39 ini melarang kita untuk meminta bantuan kepada sesama manusia sebagai perantara pertolongan Alloh, silahkan meminta bantuan, sebagai bentuk usaha kita selaku manusia. karena itu sudah sunnatulloh (aturan Alloh). Tapi qalbu tetap bergantung kepada Alloh.
Mengenai hal ini, syekh Abdul Qodir al Jailani dalam kitab fathurrobbani memberikan nasihat sebagai berikut:
المؤمن يستر حزنه ببشره ظاهره يتحرك فى الكسب وباطنه ساكن إلى ربه عز وجل ظاهره لعياله وباطنه لربه عز وجل لا يفشى سره إلى أهله وولده وجاره وجارته ولا إلى أحد من خلق ربه يسمع قول النبي صلى الله عليه وسلم إستعينوا على اموركم بالكتمان
“Orang beriman itu menutupi kesusahannya dengan kegembiraannya. LAHIRNYA bergerak untuk berusaha, sedangkan BATHINNYA tenang bersama Tuhannya, lahirnya untuk keluarganya dan bathinnya untuk Tuhannya. Ia tidak menyiarkan rahasianya kepada keluarganya, anaknya, tetangganya, dan tidak seorangpun dari makhluk Tuhannya. Ia mendengar sabda baginda Nabi SAW : “mohon pertolonganlah atas urusan-urusan kamu sekalian dengan menyembunyikannya”

Senin, 02 Mei 2016

KAJIAN HIKAM_HIKMAH ke 60 - 62

• Hikmah
KEINGINAN ADALAH KARUNIA ALLOH, JANGAN MENJADI SUMBER PENDERITAAN
• Mohon keikhlasannya untuk terlebih dahulu membaca surat al Fatihah untuk penyusun kitab al Hikam (Syekh ibn athoillah) dan pensyarahnya (pangersa uwa)
Ilaa hadhroti syekh Ibn 'Athoillah as Sakandari, wa hadhroti syekh Zezen Zaenal Abidin Bazul Asyhab. Al fatihah
Hikmah kE 60
ماَ بَسَقتْ اَغْصاَنُ ذ ُلِّ ِاِلاَّ على بِذْرِ طَمَعٍ
"Tidak akan berkembang berbagai dahan kehinaan, kecuali di atas bibit thoma’."
Thoma’ adalah mengejar-ngejar nikmat yang belum ada, sedangkan yang ada tidak disyukuri. Bukan tidak boleh ada keinginan tapi keinginan tersebut hendaknya disertai dengan mensyukuri yang sudah ada.
Apakah rumah anda sudah dilengkapi kursi? Pernah berkunjung ke rumah orang kaya? Lalu melihat kursinya lebih bagus dari punya anda, dan harganya sekitar 20 juta? Bukankah suka timbul dalam hati keinginan memiliki kursi yang serupa dan menganggap remeh kursi yang ada, itulah thoma’. Contoh lain, untuk bepergian kita sudah punya avanza, ketika melihat orang lain memakai fortuner, maka avanza yang sudah ada mendadak kurang bernilai, “ah mobil saya Cuma avanza butut”.
Jangan begitu saudaraku, ucapkanlah alhamdulillah. Bukankah masih banyak orang yang bepergian kemana-mana menggunakan speda motor, ketika cuaca panas kepanasan, saat hujan, kehujanan. Bahkan masih banyak pula mereka yang kemana-mana hanya jalan kaki saja, karena tidak punya kendaraan sama sekali. Lebih dari itu, banyak saudara kita yang tidak mempunyai dua kaki untuk berjalan. Kemana-mana harus ngesot atau pakai kursi roda
Mengapa thama’ menjadi sumber kehinaan?
Menurut syekh Ahmad Zaruq Di dalam syarah al hikam ibn athoiyyah, thama’ menjadi sumber kehinaan, karena thama’ sering disertai dengan 3 hal
1. Tergesa-gesa untuk memiliki barang/keadaan yang diinginkan
2. Menunjukkan kelemahan dan keputusasaan kepada orang yang dianggap dapat memberi atau memenuhi keinginannya, dengan tujuan agar dikasihani.
3. Membentuk pribadi-pribadi “penjilat”
Mari baca dan telaah diri kita masing-masing, jika masih ada bibit thama’ dalam diri, sedikit-demi sedikit kita bersihkan dengan dzikir yang bermetoda, yang sudah diijazahkan. Karena dengan memelihara sifat thama’ dalam diri, kita tidak akan menemukan kebahagiaan dalam hidup
Hikmah ke 61
ماَ قاَدَكَ شىءٌ مِثْـلُ الوَهْمِ
"Tiada sesuatu yang menuntunmu (kepada thama’) seperti waham (dugaan-dugaan)"
Waham adalah أَمْرٌ عَدَمِيٌّ(suatu hal yang tidak ada/angan-angan atau dugaan)
Setelah pada hikmah ke 60 disebutkan bahwa biang dari kehinaan adalah adanya thama’ dalam diri kita, disini dijelaskan bahwa yang membawa kita kepada thama’ adalah waham yaitu dugaan-dugaan.
Orang yang belum punya motor menduga; “enak kayanya kalau saya punya motor, kemana-mana tidak harus cape jalan kaki
Ketika sudah punya motor waham (dugaan) menuntunnya kembali untuk beranggapan “ enak kayanya kalau saya punya mobil, disamping tidak cape saat bepergian, tidak perlu kepanasan atau kehujanan juga”
Dan seterusnya bermunculan waham-waham yang lain, sehingga kita lupa untuk menikmati karunia Alloh yang sudah ada pada diri kita. Tidak akan pernah bahagia anda kalau seperti ini terus. Syukuri, nikmati dan manfaatkan yang sudah ada.
Kalau anda dalam keadaan sangat lapar, yang ada dihadapan anda sepiring nasi dan ikan asin, makan dan nikmati saja itu. Jangan malah menggerutu dan melamunkan ikan mas/gurame yang masih dikolam.
Oleh karena itu pada saat muncul lintasan waham (praduga) dalam benak kita, segera putuskan. Jangan terus diikuti, agar tidak menumbuhkan sifat thama.
Hikmah ke 62
أنْتَ حُرُّمِمَّا اَنتَ عَنْهُ أيِسٌ وَعَبْد ٌ لمَا اَنتَ لهُ طاَمعُ
"Engkau merdeka dari segala sesuatu yang tidak engkau inginkan, dan engkau menjadi hamba bagi apa yang engkau inginkan."
Manusiawi jika kita mempunyai keinginan-keinginan terhadap apa yang belum dimiliki. Disatu sisi keinginan itu baik dan merupakan karunia Alloh, karena mendorong kita untuk melakukan perubahan-perubahan supaya lebih maju dan sejahtera.
Namun perlu diperhatikan; pertama, adanya keinginan tersebut jangan sampai membuat kita meremehkan bahkan menafikan nikmat-nikmat yang telah Alloh berikan. Kedua, keinginan yang terbersit didalam hati jangan terus difikirkan dan menjadi lamunan setiap saat, supaya kita tidak menjadi orang yang diperbudak/dijajah oleh keinginan-keinginan. Saat punya keinginan tulis saja dikertas, lalu simpan di dompet atau laci, supaya sewaktu-waktu ingat lagi. Dengan begitu kita merdeka, tidak diperbudak oleh keinginan sendiri.